7 Hewan Kebanggaan Sulawesi Tengah yang Terancam Punah


Sayang sekali, apabila satwa endemik Sulawesi Tengah akhirnya harus punah. Berdasarkan Asian Primates Journal tahun 2014, Indonesia menempati “tahta kerajaan” Primata karena memiliki jumlah Primata terbanyak di Asia dengan 59 spesies. Beberapa diantaranya berhabitat di Sulawesi Tengah.

Bertambahnya populasi manusia mengakibatkan perluasan lahan pertanian dan industri yang kadang merusak ekosistem hutan. Adanya perburuan liar juga akhirnya membuat 7 jenis hewan berikut ini menjadi langka dan terancam punah:

1. Anoa


Anoa terdiri dari dua jenis, Anoa dataran rendah dan Anoa Gunung. Anoa dataran rendah lebih sulit ditemukan dibandingkan anoa pegunungan.

Anoa dataran rendah dapat hidup hingga mencapai usia 30 tahun. Anoa betina melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan. Masa kehamilannya sendiri sekitar 9-10 bulan. Anak Anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun tela berumur 9-10 bulan, makanya tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia.

Anoa menyukai daerah hutan di tepi sungai atau danau. Satwa langka yang dilindungi ini gemar berendam ketika sinar matahari menyengat.


2. Kera Hitam Sulawesi 


Kera Hitam Sulawesi mempunyai bulu berwarna hitam dan ciri yang unik berupa jambul di atas kepalanya. Kera ini, oleh IUCN Redlist digolongkan dalam status konservasi Critically Endangered (Krisis).

Kera Hitam Sulawesi hidup secara berkelompok yang terdiri antara 5-10 ekor. Satu kelompok terdiri atas beberapa pejantan dengan banyak betina dewasa dengan perbandingan satu pejantan berbanding 3 ekor betina.

Primata yang menyukai jenis–jenis pohon yang tinggi dan bercabang banyak. Hewan ini merupakan omnivora, mulai dari buah-buahan hingga serangga. Musuh utama Kera Hitam Sulawesi ini yaitu ular Phyon dan pemburu liar.

3. Burung Gagak Banggai


Hewan ini pernah dianggap punah 100 tahun lamanya. Para ilmuwan mengetahui jejak kehidupan gagak tersebut dari dua ekor spesimennya yang ditangkap tahun 1900. Kedua sampel gagak Banggai itu disimpan di Museum Sejarah Alam Amerika di New York.

Namun, pada tahun 2007, seorang ilmuwan dari Universitas Indonesia menemukanya kembali di habitat yang sama. Spesimen tersebut kemudian dikirim kepada Pamela Rasmussen, ahli zoologi dari Michigan State University untuk dicocokkan dengan spesies lain yang selama ini disimpan. 


4. Burung Maleo



Sejak tahun 1990, Maleo ditetapkan sebagai satwa maskot daerah Sulawesi Tengah. Maleo termasuk jenis burung endemik Sulawesi dan penyebaran di Sulawesi Tengah relatif luas. Burung ini tergolong satwa liar dan langka.

Burung Maleo memiliki keunikan dalam hal perkembangbiakannya. Tidak seperti burung lain yang membuat sarang dan mengerami telurnya, Maleo meletakan telurnya dalam lubang pasir di dekat pantai, lalu telur dibiarkan menetas dengan sendirinya.

Meskipun memiliki sayap dengan bulu yang cukup panjang, namun Burung Maleo lebih senang jalan kaki dari pada terbang. Biasanya yang dewasa sering ditemukan berpasangan ditempat terbuka dan berpasir panas.

Ketika menggali lubang untuk bertelur, penggalian dilakukan secara bergantian antara Maleo jantan dan Maleo betina. Saat Maleo betina menggali lubang, Maleo jantan mengawasi sekelilingnya, demikian sebaliknya.

Telur Maleo sangat besar dengan panjang rata-rata 11 cm dan beratnya sekitar 260 gram per butir atau sebanding dengan 5 butir telur ayam. Untuk mengelabui pemangsa yang mungkin sedang mengincar telur-telur mereka, Maleo seringkali membuat lubang-lubang lain.

Setelah menetas, Anak Maleo akan berusaha sendiri keluar dari tanah atau pasir dan langsung berjuang hidup sendiri di alam tanpa asuhan sang induk.


5. Tarsius/Tangkasi


Tarsius adalah jenis satwa yang memiliki tubuh istimewa, dimana satwa ini memiliki tulang tarsal yang memanjang dan membentuk pergelangan sehingga memungkinkan tarsius untuk melompat dengan jarak 3 meter dari satu pohon ke pohon lainnya.

Ciri lain dari tarsius adalah memiliki ekor panjang yang tidak berbulu kecuali bagian ujungnya. Selanjutnya tarsius juga memiliki lima jari yang panjang dengan kuku kecuali pada jari kedua serta ketiganya yang memiliki cakar.

Tarsius adalah jenis satwa yang hidup nokturnal yang artinya melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada siang hari. Makanan atau mangsa utama dari satwa yang satu ini adalah serangga seprti jangkrik, kecoa, kelelawar, burung dan terkadang memakan reptil-reptil kecil.

6. Kuskus Beruang Sulawesi


Kuskus Beruang Sulawesi merupakan satwa yang hidup di hutan tropis dataran rendah dengan kondisi lembab. Kuskus Beruang Sulawesi memiliki ukuran tubuh yang besar dibandingkan jenis kuskus lainnya. Memiliki panjang kepala dan badan 56 cm dengan panjang ekor 54 cm serta beratnya yang mencapai 8 kg.

Kuskus Beruang termasuk satwa yang memiliki keistimewaan. Ekornya dapat digunakan untuk melilit batang pohon saat mencari makan dan dapat digunakan sebagai alat untuk menggantung yang menahan seluruh beban tubuh dengan posisi kepalanya menghadap ke bawah.

Kuskus Beruang termasuk satwa yang bersifat diurnal yaitu aktif pada siang hari. Sebagian besar aktivitasnya digunakan untuk tidur dan istirahat, sedikit waktunya digunakan untuk mencari kutu dan makan.

7. Burung Rangkong Sulawesi


Burung Rangkong Sulawesi atau Burung Allo merupakan salah satu dari enam spesies kunci yang penting bagi indikator kelestarian Taman Nasional Lore Lindu. Dari 54 jenis yang ada di dunia terdapat 14 jenis burung rangkong tersebar di Indonesia, dan 3 jenis dintaranya hanya ada di Sulawesi. Tiga jenis itu ialah Kangkareng Sulawesi, Julang Sumba, dan Julang Sulawesi yang hidup di Sulawesi Tengah.

Julang Sulawesi memiliki tanduk yang besar di atas paruh, berwarna merah pada jantan dan kuning pada betina. Paruh berwarna kuning dan memiliki kantung biru pada tenggorokan. Panjang tubuh dapat mencapai 100 cm pada jantan, dan 88 cm pada betina.

Julang Sulawesi biasa terbang dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah, namun terkadang berkelompok sampai lima puluh atau lebih. Ketika terbang sayapnya berbunyi berisik seperti mesin uap.



1 comment:

  1. Terima kasih untuk artikelnya. Sy sangat tertarik dgn kultur dan hal2 berkaitan dgn sulteng. Sekedar saran mohon masuk artikel tentang suku suku asli pedalaman yg bermukim di gunung daerah poso dan daerah gunung gawalise. Trims

    ReplyDelete

Powered by Blogger.